Akuntansi.umsida.ac.id – Industri transportasi dikenal sebagai salah satu sektor yang strategis bagi perekonomian nasional.
Namun, di balik kontribusinya yang besar, sektor ini juga menyimpan kerumitan dalam pengelolaan keuangan, termasuk praktik tax avoidance atau penghindaran pajak.
Penelitian dosen Akuntansi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Herman Ernandi SE MM BKP, berjudul Corporate Governance Moderates Tax Avoidance Determinants in Transportation Firms, hadir untuk mengungkap faktor-faktor yang paling memengaruhi fenomena ini.
Dalam penelitiannya, Herman menguji lima variabel utama, yakni leverage, firm size, thin capitalization, corporate social responsibility (CSR), dan capital intensity.
Hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua faktor memberikan pengaruh yang sama kuat terhadap praktik penghindaran pajak di perusahaan transportasi.
“Penelitian ini mencoba memotret realitas bahwa setiap karakteristik perusahaan membawa konsekuensi berbeda dalam menentukan strategi pajaknya,” jelasnya.
Baca juga: ESG dan Sustainability Reporting: Kebutuhan Nyata di Era Ekonomi Hijau
Faktor yang Signifikan pada Transportasi: Fizm Size, Thin Capitalization, dan Capital Intensity
Temuan penelitian memperlihatkan bahwa firm size, thin capitalization, dan capital intensity memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik tax avoidance.

Perusahaan dengan ukuran besar cenderung memiliki lebih banyak celah untuk melakukan perencanaan pajak karena kompleksitas usaha yang mereka jalankan.
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula sumber daya yang bisa digunakan untuk mengoptimalkan beban pajak.
Thin capitalization, atau praktik pembiayaan dengan proporsi utang yang tinggi dibanding ekuitas, juga terbukti mendorong perusahaan memanfaatkan celah penghindaran pajak.
Dengan beban bunga yang dapat menjadi pengurang pajak, perusahaan transportasi yang banyak mengandalkan pembiayaan ini memiliki insentif kuat untuk mengurangi kewajiban pajaknya.
Selain itu, capital intensity atau kepadatan aset juga berperan besar. Industri transportasi dikenal padat modal dengan aset tetap bernilai tinggi, seperti armada kendaraan, kapal, hingga infrastruktur pendukung.
Kondisi ini memberi peluang bagi perusahaan untuk melakukan depresiasi dan amortisasi, yang pada akhirnya menurunkan beban pajak terutang.
Menurut Herman, hal ini menunjukkan karakteristik unik sektor transportasi. “Perusahaan transportasi cenderung padat aset dan kompleks, sehingga wajar bila faktor firm size, thin capitalization, dan capital intensity menjadi penentu signifikan praktik tax avoidance,” terangnya.
Lihat juga: Kebijakan Upah Minimum Antara Tantangan Dunia Usaha dan Harapan Kesejahteraan Sosial
Faktor yang Tidak Signifikan: Leverage dan CSR
Sementara itu, dua faktor lain leverage dan CSR tidak terbukti signifikan dalam penelitian ini.
Leverage yang biasanya dianggap sebagai instrumen penting dalam perencanaan pajak ternyata tidak selalu berpengaruh pada perusahaan transportasi.
Hal ini bisa jadi disebabkan oleh regulasi ketat terkait pembiayaan di sektor ini atau karena struktur pendanaan perusahaan yang lebih beragam.
Begitu pula dengan CSR. Selama ini, corporate social responsibility sering dipandang sebagai indikator komitmen perusahaan terhadap etika bisnis dan kepatuhan regulasi, termasuk pajak.
Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa pada perusahaan transportasi, CSR tidak berkorelasi signifikan dengan tingkat penghindaran pajak.
“Hal ini menarik karena berbeda dengan sejumlah penelitian sebelumnya. CSR tidak selalu bisa dijadikan tolok ukur kepatuhan pajak, khususnya di sektor transportasi,” ungkap Herman.
Ia menambahkan bahwa fenomena ini menunjukkan masih adanya inkonsistensi riset yang layak ditelusuri lebih lanjut.
Ruang Diskusi Baru untuk Regulasi Pajak
Hasil penelitian Herman Ernandi membuka ruang diskusi baru, baik bagi akademisi, regulator, maupun praktisi bisnis.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang benar-benar berpengaruh, pemerintah dapat merancang kebijakan pajak yang lebih tepat sasaran, sementara perusahaan bisa memahami risiko dan konsekuensi dari strategi yang mereka pilih.
Perbedaan hasil penelitian ini dengan studi sebelumnya juga memperkaya wacana akademik.
Di satu sisi, terdapat konsistensi bahwa firm size, thin capitalization, dan capital intensity memang signifikan.
Namun di sisi lain, tidak signifikannya leverage dan CSR menjadi catatan penting bahwa faktor kepatuhan pajak tidak bisa digeneralisasi di semua sektor.
Penelitian ini menegaskan bahwa strategi penghindaran pajak di sektor transportasi tidak bisa dilepaskan dari karakteristik industri yang padat aset, kompleks, dan dinamis.
Dengan demikian, pemahaman lebih mendalam terhadap faktor-faktor penentu tax avoidance menjadi langkah awal untuk membangun sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Sumber: Corporate Governance Moderates Tax Avoidance Determinants in Transportation Firms
Penulis: Indah Nurul Ainiyah