Akuntansi.umsida.ac.id – Dalam menghadapi tantangan tata kelola lembaga pendidikan Islam di era digital, transparansi dan akuntabilitas menjadi dua hal yang tidak dapat ditawar.
Hal ini menjadi sorotan utama dalam materi guest lecture oleh Sarwenda Biduri SE MSA, dosen Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), di Fakultas Ekonomi dan Muamalat Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) pada Selasa (8/10/2025).
Akuntabilitas Lembaga Pendidikan melalui Akuntansi Syariah
Dengan mengangkat topik “Accounting of Muhammadiyah Charitable Enterprises at PTMA”, Sarwenda menyoroti pentingnya akuntansi syariah dalam pengelolaan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).
Ia menjelaskan bahwa Muhammadiyah, sebagai gerakan sosial-keagamaan, telah membangun ribuan lembaga pendidikan, rumah sakit, hingga pusat layanan masyarakat yang beroperasi bukan untuk mengejar keuntungan, melainkan untuk menjaga keberlanjutan dakwah dan pendidikan Islam.

“Amal usaha Muhammadiyah adalah entitas nirlaba yang hidup dari kepercayaan publik. Karena itu, transparansi dan akuntabilitas menjadi ruh utama dalam sistem akuntansinya,” ujar Sarwenda di hadapan peserta dari kalangan dosen dan mahasiswa USIM.
Menurutnya, akuntansi syariah berperan penting dalam menjaga amanah dana publik, termasuk dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Sistem ini memastikan seluruh dana sosial dicatat secara terpisah dan digunakan sesuai dengan tujuan syariah, setiap rupiah yang dikelola lembaga pendidikan Islam harus bisa dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun di hadapan Allah SWT,”tambahnya.
Integrasi Nilai Islam dan Prinsip Good Governance

Dalam paparannya, Sarwenda menjelaskan bahwa praktik akuntansi di lembaga pendidikan Muhammadiyah (PTMA) menerapkan prinsip good governance yang berpadu dengan nilai-nilai Islam.
Proses akuntansi dimulai dari identifikasi transaksi, pencatatan jurnal, pemostingan ke buku besar, hingga penyusunan laporan keuangan seperti neraca, laporan surplus-defisit, dan arus kas.
Sistem ini tidak hanya sekadar administratif, tetapi menjadi instrumen penguatan kelembagaan agar lembaga pendidikan dapat bertahan dan tumbuh secara berkelanjutan.
“Transparansi laporan keuangan tidak hanya memenuhi aspek hukum, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam,” jelasnya.
Muhammadiyah sendiri memiliki lebih dari 20.000 lembaga pendidikan di seluruh Indonesia, dari tingkat pra-sekolah hingga perguruan tinggi.
Jumlah ini menunjukkan besarnya tanggung jawab yang harus diemban dalam hal pengelolaan dana, baik yang berasal dari kontribusi siswa, donasi masyarakat, maupun hibah pemerintah.
Sarwenda menekankan bahwa sistem pelaporan yang baik harus mencerminkan nilai amanah dan keadilan, dua prinsip utama dalam ajaran Islam.
“Akuntansi syariah bukan hanya tentang pencatatan angka, tetapi tentang menjaga nilai kejujuran dan tanggung jawab dalam setiap proses pengelolaan dana umat,” tuturnya.
Lihat juga: Uji Kompetensi LSP: Langkah Nyata Umsida Siapkan Lulusan Siap Kerja
Peran Kepemimpinan dalam Mendorong Inovasi dan Keberlanjutan
Selain membahas aspek teknis akuntansi, Sarwenda juga menyoroti peran penting kepemimpinan dalam mendorong inovasi tata kelola amal usaha.
Ia menyampaikan bahwa pimpinan lembaga pendidikan Islam harus mampu menggabungkan profesionalisme dengan nilai-nilai spiritual agar kebijakan keuangan tetap berjalan dalam koridor syariah.
“Pemimpin di lembaga pendidikan Islam harus adaptif terhadap perubahan zaman, khususnya dalam pemanfaatan teknologi keuangan digital, tanpa meninggalkan prinsip syariah,” tegasnya.
Sarwenda menilai bahwa digitalisasi akuntansi dapat menjadi langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi pelaporan.
Sistem digital yang transparan juga memudahkan proses audit, mempercepat analisis keuangan, dan memperluas akses publik terhadap laporan dana sosial.
Kegiatan guest lecture ini juga membuka ruang diskusi lintas negara antara akademisi Umsida dan USIM terkait penguatan tata kelola lembaga pendidikan Islam di Asia Tenggara.
Kedua institusi bersepakat bahwa sinergi akademik dan pertukaran pengetahuan dapat memperkuat posisi lembaga pendidikan Islam sebagai pusat inovasi sosial dan ekonomi.
“Transparansi bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian dari ibadah sosial yang menjaga keberkahan amal usaha. Melalui akuntansi syariah, kita belajar bahwa keuangan yang dikelola dengan amanah akan melahirkan kepercayaan dan keberlanjutan,” pungkasnya.
Ia berharap, penerapan akuntansi syariah di seluruh amal usaha Muhammadiyah dapat menjadi model tata kelola keuangan yang transparan dan berintegritas bagi lembaga pendidikan Islam di Asia Tenggara.
Dengan komitmen pada nilai kejujuran dan profesionalisme, Umsida terus menunjukkan peran aktifnya dalam memperkuat ekosistem pendidikan Islam yang berdaya saing dan berkeadilan.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah


















