Akuntansi.umsida.ac.id – Fraud akuntansi masih menjadi persoalan serius yang menghantui dunia bisnis dan pendidikan. Manipulasi laporan keuangan, penggelapan aset, hingga rekayasa angka menjadi bentuk nyata dari praktik curang yang merusak integritas. Penelitian yang dilakukan oleh Nihlatul Qudus Sukma Nirwana SE MM CRP, dosen Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menyoroti peran penting moralitas individu dalam mencegah kecurangan akuntansi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi moralitas individu, semakin rendah kecenderungan seseorang untuk melakukan fraud.
Hal ini mengindikasikan bahwa aturan formal dan sistem pengendalian internal belum cukup jika tidak dibarengi oleh karakter pribadi yang kuat.
Menurut dosen Umsida ini, “Moralitas yang kokoh akan membuat seseorang lebih peduli pada kepentingan bersama ketimbang hanya mengejar keuntungan pribadi.”
Baca juga: Reshuffle Kabinet Prabowo Dinilai Strategis Jawab Dinamika Politik dan Ekonomi
Moralitas Membentuk Sensitivitas terhadap Fraud
Penelitian ini melibatkan mahasiswa akuntansi sebagai responden, dengan tujuan menggali bagaimana moralitas memengaruhi persepsi mereka terhadap isu fraud.

Hasilnya mengungkap bahwa individu yang memiliki moral tinggi lebih sensitif terhadap tindakan curang, bahkan sejak dalam tahap perencanaan atau peluang kecil untuk manipulasi.
Sebaliknya, moral yang lemah membuat seseorang lebih mudah merasionalisasi kecurangan, apalagi jika didorong oleh tekanan atau kesempatan yang terbuka lebar.
Mahasiswa akuntansi adalah calon profesional yang akan memegang peranan penting di perusahaan, lembaga pemerintahan, maupun organisasi non-profit.
Dengan moralitas yang terjaga, mereka diharapkan mampu menjaga kepercayaan publik terhadap laporan keuangan.
Menurut dosen Umsida tersebut, “Perbedaan sikap dalam menghadapi dilema etika sering kali bergantung pada tingkat moralitas individu. Semakin tinggi moralitasnya, semakin kuat pula daya tolak terhadap fraud.”
Kesadaran ini menjadi modal berharga bagi mahasiswa, bukan hanya untuk memahami teori, tetapi juga untuk menanamkan prinsip kejujuran dalam praktik nyata.
Dengan demikian, moralitas tidak hanya bersifat personal, melainkan juga menjadi kekuatan kolektif dalam membangun profesi akuntansi yang berintegritas.
Lihat juga: Big Data dan Privasi Konsumen: Menimbang Batas Etis di Era Digital
Pentingnya Pendidikan Etika dalam Kurikulum
Pengetahuan teknis akuntansi memang menjadi syarat utama dalam membentuk akuntan profesional.
Namun, penelitian ini menegaskan bahwa pendidikan etika dan moral tidak kalah penting.
Tanpa fondasi moral, pengetahuan yang tinggi justru bisa digunakan untuk memperhalus praktik kecurangan.
Integrasi pendidikan moral dalam kurikulum akuntansi menjadi solusi jangka panjang.
Melalui mata kuliah etika profesi, pembahasan studi kasus nyata, serta simulasi dilema etika, mahasiswa dibiasakan untuk menilai keputusan bukan hanya dari sisi keuntungan finansial, tetapi juga dari aspek keadilan dan tanggung jawab sosial.
Menurut dosen Umsida ini, “Pengetahuan akuntansi yang disertai moralitas akan menghasilkan akuntan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam integritas.”
Hal ini penting karena kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi tidak dibangun semata-mata dari kepatuhan pada standar, melainkan dari komitmen moral individu yang menjalankannya.
Meski peran moralitas begitu besar, penelitian juga menunjukkan bahwa individu sering kali dihadapkan pada tantangan yang menguji integritasnya.
Tekanan dari atasan untuk memoles laporan keuangan, kesempatan akibat lemahnya pengendalian internal, serta budaya organisasi yang permisif bisa melemahkan prinsip moral yang sudah dibangun.
Menariknya, penelitian ini menemukan bahwa internal control tidak selalu mampu memoderasi pengaruh moralitas terhadap fraud.
Artinya, meski pengawasan dan sistem berjalan, pada akhirnya moralitas individu tetap menjadi faktor utama dalam menentukan apakah seseorang memilih jujur atau justru tergoda untuk melakukan manipulasi.
Menurut dosen Umsida, “Integritas bukan sekadar jargon, tetapi komitmen nyata yang harus dipegang oleh setiap individu. Moralitas tinggi adalah benteng terakhir yang menjaga akuntansi tetap berada di jalurnya.”
Dengan demikian, solusi mencegah fraud tidak bisa hanya mengandalkan aturan dan sistem pengawasan.
Upaya yang lebih fundamental adalah membentuk individu yang beretika sejak dini, baik melalui pendidikan formal, pembiasaan sikap jujur, maupun lingkungan yang menumbuhkan budaya transparansi.
Penelitian ini menegaskan pesan penting: moralitas individu adalah kunci untuk mencegah kecurangan akuntansi.
Mahasiswa akuntansi sebagai generasi penerus profesi harus memahami bahwa setiap angka yang dicatat bukan sekadar simbol ekonomi, melainkan amanah yang menyangkut kepercayaan publik.
Dengan moralitas yang tinggi, mereka akan lebih berani menolak praktik curang, sekaligus menjadi agen perubahan dalam membangun budaya akuntansi yang sehat dan berintegritas.
Penulis: Indah Nurul AIniyah